SEJARAH SINGKAT

Sebelum lahirnya Balai Pemasyarakatan, di Indonesia telah dikenal Jawatan Reklasering yang didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1927, dengan Gouvermenta Besluit tanggal 5 Agustus 1927 yang berpusat di Departemen Van Justitie di Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur yang maksudnya untuk kesejahteraan orang-orang Belanda dan Indo yang memerlukan pembinaan khusus.

Kemudian pada tahun 1930-1935 yang disebut jaman Melaize dimana pemerintah Belanda kesulitan biaya sehingga sangat mempengaruhi tegaknya jawatan baru tersebut yang akhirnya keluarlah Surat Keputusan nomor 11, yang mana Jawatan Reklasering dan Pendidikan Paksa dihapuskan, dimana tugas-tugas Reklasering dan Pendidikan Paksa hanya dicantelkan saja pada jawatan kepenjaraan, yang selanjutnya disebut Inspektorat Reklasering dan Pendidikan Paksa, yang tugasnya :

  1. Menangani lembaga-lembaga Anak yang disebut Rumah Pendidikan Negara (RPN)

  2. Menangani Klien Lapas Bersyarat, Pidana Bersyarat dan Pembinaan lanjutan atau After Care serta anak yang diputus hakim kembali kepada orang tua atau walinya.

Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1963, Saharjo yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman melalui pemikirannya memperkenalkan konsep pemasyarakatan dan selanjutnya membawa revolusi dalam sistem hukum di Indonesia terutama dalam sistem pemidanaan, kemudian hal tersebut ditindaklanjuti dengan diadakannya Konferensi Dinas Kepenjaraan se-Indonesia di Lembang, Bandung pada 17 April 1964 yang menghasilkan barubahnya sistem Kepenjaraan menjadi sistem Pemasyarakatan, seiring dengan perubahan tersebut kemudian Jawatan Kepenjaraan berubah menjadi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Sistem Pemasyarakatan memiliki tujuan reintegrasi sehat bagi pelanggar hukum (Narapidana dan Anak Didik) dengan masyarakat dengan berasaskan Pancasila dan UUD 1945.

Dengan adanya Keputusan Presidiun Kabinet Ampera tanggal 3 Nopember 1966 Nomor : HY.75/U/11/66 tentang Struktur Organisasi dan Tugas-Tugas Departemen, maka atas dasar itu Direktorat Jenderal Pemasyarakatan kemudian membawahi dua direktorat yaitu direktorat yang bertugas membina klien di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan Direktorat yang membina klien di luar Lembaga Pemasyarakatan yang mencakup pula pembinaan Anak di dalam pemasyarakatan yang disebut Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA).

Selanjutnya demi menyeragamkan istilah teknis pemasyarakatan dalam jajaran Ditjen Pemasyarakatan kemudian BISPA diubah menjadi BAPAS sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman nomor : M.01-PR.07.03 tanggal 12 Pebruari 1997 dan ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan tanggal 7 Maret 1997 nomor : E.PR.07.03-17 tentang Perubahan Sebutan Nama Instansi/ Nomenklatur BISPA (Bimbingan Sosial dan Pengentasan Anak) menjadi BAPAS (Balai Pemasyarakatan) dengan tupoksi masih mengadopsi BISPA sabagai berikut :

  1. Untuk tugas bimbingan sosial kemasyarakatan dilaksanakan dibawah kendali Direktorat Luar Lapas
  2. Untuk tugas-tugas pengentasan anak dibawah kendali Direktorat Dalam Lapas

Bapas Madiun sendiri didirikan pada tanggal 7 Nopember 1974 dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia nomor : Y.S 4/2/23 tentang didirikannya kantor Bapas di tiap-tiap daerah tingkat II.

Bapas Madiun didirikan diatas tanah 1050 m2 dengan luas bangunan 150 m2, tahun 2002 direnovasi luasnya menjadi 186 m2 kemudian pada tahun 2009 kantor Bapas kembali direnovasi dengan anggaran DIPA tahun 2009 dengan luas menjadi 688 m2 terdiri dari 2 (dua) lantai.

Jumlah pegawai Bapas saat ini 38 orang terdiri dari :

  1. laki –laki        : 19 orang ;
  2. perempuan  : 19 orang ;

Wilayah kerja Bapas Madiun saat ini meliputi 6 (enam) wilayah yaitu:

  1. Kota Madiun
  2. Kabupaten Madiun
  3. Kabupaten Magetan
  4. Kabupaten Ponorogo
  5. Kabupaten Ngawi
  6. Kabupaten Pacitan